Google dan Temasek merilis pembaruan laporan untuk studi industri yang mereka lakukan. Laporan tersebut memperkirakan pasar e-commerce di Asia Tenggara akan bernilai hingga US$240 miliar (sekitar Rp3,4 kuadriliun) pada tahun 2025. Angka itu lebih tinggi US$40 miliar (Rp572 triliun) ketimbang perkiraan tahun sebelumnya, berkat pertumbuhan pesat pada bisnis persewaan hunian online untuk kebutuhan wisata, pengantaran makanan online, layanan berlangganan siaran musik, serta video on-demand.

Tech in Asia melakukan penelitian sendiri untuk menganalisis kesiapan tenaga kerja bidang e-commerce Asia Tenggara pada saat ini. Studi ini dilakukan untuk menilai kesiapan tenaga kerja dalam merealisasikan potensi US$240 miliar di masa depan.

Google dan Temasek memperkirakan tenaga kerja di industri berbasis internet perlu tumbuh sepuluh persen untuk mencapai potensi terbesarnya. Pertumbuhan di sektor e-commerce jauh lebih tinggi dari rata-rata industri. Ini merupakan sinyal positif, karena para perusahaan ini biasanya mengahadapi kesulitan ketika mencari kandidat karyawan yang sesuai.

EcommerceIQ juga melakukan survei serupa, dan Facebook Indonesia menyatakan, “Ada banyak kandidat hebat di luar sana. Hanya saja, kadang kala proses rekrutmen dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan saat wawancara tak masuk akal, sehingga menghilangkan kesempatan para kandidat di hadapan perekrut.”

Menurut studi Tech in Asia, departemen yang memilki jumlah tenaga kerja terbanyak adalah operasi dan pemasaran. Posisi ketiga dan keenam dengan jumlah karyawan terbanyak masing-masing ditempati departemen engineering dan IT.

EcommerceIQ menyebutkan bahwa tantangan terbesar muncul saat merekrut para profesional ahli untuk bagian-bagian tertentu, seperti software engineering, digital marketing, data science, dan product marketing. Perkembangan pesat e-commerce berhadapan dengan kondisi kurang ideal, di mana belum ada persediaan tenaga ahli demi memenuhi permintaan karyawan di bidang digital untuk masa akan datang.

Ketiadaan tenaga kerja ahli untuk bidang e-commerce yang spesifik merupakan masalah mendesak, hingga masuk kedalam dugaan problem utama oleh Google dan Temasek. Karena itu, para pelaku industri e-commerce Asia Tenggara kerap merekrut talenta-talenta dari luar wilayah yang punya pengalaman dan pengetahuan sesuai.

Praktik ini mungkin bukan merupakan solusi jangka panjang terbaik. Kebanyakan ekspatriat bekerja berdasarkan kontrak jangka pendek, dan sebagian besar dari mereka enggan tinggal di negara asing dalam jangka waktu lebih dari lima tahun. Solusi idealnya adalah berinvestasi pada talenta lokal yang lebih mungkin mengambil komitmen karier jangka panjang.

Riset pasar menyatakan bahwa skill paling langka di industri saat ini adalah kemampuan memecahkan masalah, berpikir strategis, serta mengajar. Ini merupakan masalah serius, karena sebagian besar lulusan universitas belum punya pengalaman kerja saat masuk dalam bursa kerja.

Terakhir, potensi besar industri e-commerce perlu disebarluaskan pada generasi yang akan datang agar mereka terinspirasi dan termotivasi untuk meniti karier di bidang digital. Usaha ini membutuhkan partisipasi aktif dan kolaborasi dari para tenaga pengajar dan pelaku e-commerce, sehingga generasi muda punya gambaran bagaimana mereka bisa meraih sukses di dunia ekonomi digital.

Sumber: Tech in Asia Indonesia